Burung Cucak Rawa Langka Di Habitat Alamnya

Burung Cucak Rawa
Sesuai dengan namanya Burung Cucak Rawa, burung ini pastinya ada dan banyak temukan di bagian rawa-rawa atau disekitar sungai dan di tepian hutan, karena burung ini seringkali bersembunyi di antara daun-daun semak belukar, dan jika dihutan sering kali hanya mendengar suaranya saja yang khas dan nyaring.

Burung Cucak Rawa adalah jenis burung berkicau dari keluarga Pycnonotidae, atau lebih dikenal dengan sebutan Cucakrowo ( bahasa Jawa ), atau orang Sunda biasa menyebutnya dengan Cangkurawah, yang dalam bahasa Inggrisnya di sebut Strawheaded Bulbul karena mengacu kepada warna kepalanya yang berwarna Kuning Jerami pucat.

Burung cucakrawa termasuk kedalam suku Merbah, atau cucak-cucakan dan kata Merbah aslinya dalam bahasa Melayu merujuk kepada beberapa jenis burung pengicau yang berbulu suram di semak belukar, termasuk pula jenis-jenis burung pelanduk, tepus, bentet dan lain-lain, selain di sebut sebagai suku dari merbah, burung-burung dari suku ini memiliki beberapa sebutan umum yang lain seperti cucak (Jawa); tempuruk, empuruk; tempulu’, empulu’, pampulu, empuloh (aneka bahasa Melayu di Sumatera dan Kalimantan); dan lain-lain.

Beberapa contoh anggota suku merbah ini selain cucak rowo (Pycnonotus zeylanicus) adalah Cucak kuning (P. melanicterus), Cucak kutilang (P. aurigaster), Cucak gunung (P bimaculatus), Merbah cerukcuk (P. goiavier), Merbah belukar (P. plumosus) dan Empuloh janggut (Alophoixus bres).

Menurut Informasi konon katanya burung cuckarawa ini berasal dari Asia Tenggara, daerah penyebarannya di dataran rendah dan perbukitan di Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat, sedangkan di daerah jawa barat sendiri cucak rawa ini banyak terdapat di ketinggian 1000m dpl, itu dahulu,  saat ini sudah sangat jarang sekali di temukannya di alam bebas sana dikarenakan adanya perburuan liar besar-besaran.

Makanan di alamnya burung cucak rawa ini biasa memangsa aneka serangga, siput air dan macam-macam buah-buahan yang lunak seperti buah jenis beringin dan cucak rawa mempunyai suara kicauan yang keras, jelas, bertalun, turun naik sembarangan, tetapi berirama baku, sahut-menyahut atau dalam koor namun sekarang kita lebih sering mendengarkan ratapan cucak rawa yang terperangkap di dalam sangkar ketimbang mendengarkan kicauan riang burung cucak rawa di alam.

JANTAN DAN BETINA

Cucakrowo adalah termasuk burung monomorfik di mana tidak ada perbedaan secara fisik yang terlihat dari luar yang membedakan antara burung jantan dan burung betina, namun demikian, ada beberapa patokan yang bisa digunakan untuk menentukan jenis kelamin burung cucakrowo oleh penangkar.

  • Cucakrawa Jantan :  Kepala bulat, dengan bulu berwarna lebih tua, tampak ada semacam belahan bulu; Bulu rahang lebih putih dan tampak bersih cerah; Bulu punggung dan sayap lebih abu-abu, garis-garis hitam putih lebih nyata; Ekor lebih panjang dan menyatu paruh tampak lebih kokoh kuat dan tebal serta agak melengking; Garis hitam di bawah mata tampak lebih jelas.
  • Cucakrawa Betina :  Kepala lebih datar, dengan bulu berwarna lebih ringan, dan tidak ada belahan bulu; Bulu rahang lebih kotor, tampak putih keabu-abuan; Garis-garis hitam putih kurang jelas; Ekor lebih pendek dan sedikit agak mengembang; Paruh lebih pipih dan cenderung tampak lebih cantik; Garis hitam di bawah mata dengan warna lebih ringan.
Dari suaranya pun cucakrawa dapat dibedakan jika kita paham dan teliti :

Jantan: Lebih sering menyampaikan nada panggil tinggi, keras dan melengking; banyak variasi nada dan irama yang sering diperdengarkan, bila berkicau bersama atau berpasangan akan memimpin irama lagunya.

Betina: Suara terdengar besar dan dalam, seakan akan memberi jawaban kicauan burung jantan; Variasi suara lebih monoton dan seolah olah hanya mengikuti saja; Perbandingan ini akan nampak jelas lagi bila dua burung, jantan dan betina, sedang berkicau bersaut sautan saling didekatkan. namun ada juga di antarnya burung betina yang mempunyai suara doble atau ropel, sehingga dalam hal ini akan sulit untuk memilih atau menentukan antara jantan dan betina.

Burung Cucak Rawa adalah merupakan salah satu burung yang sangat digemari orang sebagai burung peliharaan, karena kicauannya yang merdu. Di Jawa, burung ini sudah sangat jauh menyusut populasinya karena perburuan yang ramai sejak tahun '80an. Burung-burung yang diperdagangkan di Jawa kebanyakan didatangkan dari Sumatra dan Kalimantan. Kini di banyak bagian Pulau Sumatra (misalnya di Jambi, di sepanjang Batang Bungo) pun populasinya terus menyurut. Collar dkk. (1994, dalam MacKinnon dkk. 2000) menggolongkan populasi cucak rawa ke dalam status rentan. Demikian pula IUCN menyatakan bahwa burung ini berstatus Rentan (VU, Vulnerable).
Jika tidak ada langkah penyelamatan yang lebih baik dari sekarang, barangkali beberapa tahun ke depan burung ini hanya tinggal kenangan, tinggal disebut-sebut dalam nyanyian seperti dalam lagu Manuk Cucakrowo di Jawa.

Artikel dari berbagai sumber

Tips Dan Trik - Pleci Cepat Gacor Dan Buka Paruh

tips dan trik agar burung pleci cepat gacor buka paruh
Hallo Pleci Mania, membicarakan burung yang satu ini sepertinya tidak ada habis - habisnya, bagaimana tidak Burung Kecil Mungil ini telah mampu menghipnotis di kalangan penggemar hobi burung berkicau di Indonesia.

Sebut saja dia adalah Pleci atau cici kacamata, banyak para pehobi burung yang memelihara burung ini, di samping harganya terjangkau dan mungkin saja kicauannya pun tak kalah bagusnya dengan burung-burung berkicau lainnya.

Berikut ini ada beberapa tips dan trik dalam memelihara burung pleci ini agar cepat buka paruh dalam berkicau yang saya ambil dari beberapa sumber pakar pleci di Indonesia, yang mana banyak dibicarakan oleh para penggemar burung pleci selalu mengharapkan suara ngalasnya keluar bukan ngriwik atau teler lagi yang diharapkan, ya karena biasanya jika pleci cuma ngriwik dan teler volume suaranya tidak lepas alias setengah.


1. Dengan Smart Mastering Zosterops Therapy, Tips dan Trik Agar Pleci Cepat Gacor Dengan Suara Ngalas, diantaranya adalah dengan memberikan satu suara Terapi agar si Burung Pleci merasa terangsang untuk bunyi ngalas, dan ini memang sudah terbukti < atau bisa juga tergantung dari masing-masing burungnya >, Suara terapi ini juga berfungsi sebagai stimulasi mental bagi Jagoan Pleci sebelum lomba dan bisa juga untuk burung-burung pleci yang lama tak mau bunyi ngalas, dan suara terapi ini dapat membuat burung Pleci jadi lebih cerdas, rajin berkicau dan jadi semakin gacor.

Dalam memberikan suara Terapi untuk burung Pleci adalah bebas, artinya bisa seharian atau jam-jam tertentu jika anda sibuk, dan burung boleh dalam keadaan di kerodong ataupun tidak di kerodong tapi di usahakan baiknya burung pleci tidak saling melihat satu sama lainnya.

Caranya, perdengarkan suara terapi tersebut dengan volume suara jangan terlalu keras akan tetapi cukup terdengar sedang, dan di sarankan tidak menggunakan HP dalam memperdengarkan suar terapi tersebut dikarenakan ada suara-suara yang stereo yang bisa didengar jika melalui speaker laptop tapi jika HP anda stereo terdengarnya ya boleh anda coba.

Silahkan Downlaod Disini

ADD ON SOUND THERAPY : Brainwave modul yang di rancang khusus untuk burung Pleci, membuat HVC di otak burung Pleci semakin bertambah besar, sehingga burung Pleci jadi semakin cerdas.

Selamat mencoba.!! Salam Plecimania
Sumber artikel >> Sumber Dokumen PCMI >> www.plecimania.com


2. Peliharalah Pleci Lebih Dari Satu Dengan Satu Jenis Daerah Yang Sama, dekatkan burung pleci setiap harinya hingga beberapa hari dan sesekali pisahkan burung pleci tersebut yang satu dari yang lainnya hingga tidak saling melihatnya atau coba pisahkan dan gantang saling berjauhan.

Baca juga tips-tips berikut ini : Klik di sini

Selamat mencoba..
Sumber artikel Dokumen PCMI

Coba Pakan Burung TJS Tepung Jangkrik Super, Untuk burung Pleci, Glatik, Ciblek dan burung lainnya, burung makin oke, rajin berkicau, Harga Rp. 50.000,-/ons, Belum Ongkos kirim


 Berminat Hub. 081802314466, 081313265787 ( Harianto )
Manfaat dan Khasiat Fumayin Untuk Burung

Burung - Burung Sawah Yang Hampir Punah

Ancaman dan hilangnya atau putusnya ekosistem burung-burung di Indonesia membuat saya prihatin atas hal ini, entah kenapa padahal saya sendiri penggemar burung berkicau, tapi saya sendiri masih mempunyai pemikiran bahwa sampai kapan eksploitasi burung-burung di Indonesia ini berhenti atau setidaknya berkurang dari perburuan besar-besaran.

Salah satunya yang saya khawatirkan adalah burung-burung sawah seperti, ciblek, prenjak, cici, atau sejenis burung-burung sawah lainnya.

Yang saya ungkap disini adalah burung Ciblek atau Prenjak dan burung sawah lainnya, burung ini dahulu masih sering dan banyak di dengar suaranya di alamnya, seperti di pepohonan rumah atau di sawah, namun belakangan ini sudah makin jarang di dengar di alamnya.

Sebelum tahun 1990-an, burung - burung sawah sejenis ciblek ini boleh dibilang tidak memiliki nilai ekonomi, sehingga banyak dibiarkan bebas dan meliar seperti halnya burung gereja dan burung pipit dan karena sifatnya yang mudah beradaptasi dan tidak takut pada manusia menyebabkan populasi burung ini cukup tinggi pada wilayah-wilayah yang sesuai.

Setelah tahun-tahun belakangan ini, burung ini mulai banyak diburu orang untuk diperdagangkan terutama di Jawa, apalagi burung ini mudah dijumpai di wilayah perkebunan dan memiliki keistimewaan mudah jinak, sifat jinaknya membuat ia mudah ditangkap dengan cara dipikat yaitu memakai bantuan cermin di dalam sangkar. Burung yang tertarik dengan bayangannya sendiri akan terjebak di dalam sangkar.

Cara lainnya dalam perburuan burung ini yaitu dengan memasang jerat atau rajut di sekitar sarangnya, atau dengan perangkap getah (pulut) pada tempat-tempat tidurnya di waktu malam, para penangkap burung yang terampil, bahkan, kerap hanya bermodalkan senter, kehati-hatian dan kecepatan tangan menangkap burung yang tidur di malam hari.

Bayangkan saja berapa jumlah yang di tangkap oleh para pencari burung-burung ini dalam semalam atau perharinya, itu perburuan dari satu wilayah saja atau daerah-daerah tertentu, belum lagi dari daerah yang lainnya se jawa atau se Indonesia, bisa di bayangkan setiap hari burung-burung ini di tangkap untuk dijual.

Semua itu terjadi karena banyaknya faktor dalam kehidupan ekonomi kita yang meyebabkan terjadi semacam eksploitasi burung-burung di hutan, belum lagi timbulnya tekanan terhadap habitat alami juga erat kaitannya dengan kemiskinan, pemanfaatan sumber daya dan lahan hutan, serta pengembangan pertanian, Faktor-faktor ini yang mendorong terjadinya kerusakan habitat, meningkatnya polusi, dan pemanfaatatan sumber daya alam secara berlebihan.

Kembali ke burung sawah yang banyak di buru secara besar-besaran, Sayang sekali burung ini mudah stres dan mati dalam pemeliharaan, terutama apabila yang ditangkap adalah burung dewasa, belum lagi jika pemeliharanya tidak berpengalaman, namun ini agaknya tidak menyurutkan minat para penangkap burung untuk terus memburunya, sampai sekarang, burung ini masih sulit untuk dibiakkan, Sejak Tahun 2010, salah seorang penghobi burung pekicau Iwan Lippo Cikarang berhasil menangkarkan ciblek.

Eksploitasi yang berlebihan sangat berbahaya bagi populasi ciblek, di wilayah-wilayah tertentu seperti di pinggiran Jakarta dan Bogor, kini seolah ‘kehabisan stok’ padahal sebelum tahun 90-an burung ini masih melimpah. Perenjak jawa semakin jarang terlihat di taman-taman, dan hadir terbatas di tempat-tempat tertentu yang masih dekat hutan.

Bagaimana dengan para kicau mania di Indonesia, apakah mempunyai pemikiran yang sama dengan saya, dan bagaimana nasib burung-burung sawah itu 10 hingga 15 tahun ke depan, apakah masih ada populasinya dan ekosistemnya di alamnya?

Burung Prenjak Jawa - Ciblek

burung cici sawah
Burung ini biasa disebut juga burung ciblek atau cici sawah akan tetapi ada juga yang menyebutnya dengan burung Prenjak sawah, tetapi setahu saya burung ciblek dan prenjak berbeda.

Perenjak jawa atau yang juga dikenal dengan nama ciblek adalah sejenis burung pengicau dari suku Cisticolidae ( pada banyak buku masih dimasukkan ke dalam suku Sylviidae ). Dalam bahasa Inggris burung ini dikenal sebagai bar-winged Prinia, merujuk pada dua garis putih pada setiap sayapnya. Nama ilmiahnya adalah Prinia familiaris Horsfield, 1821.

Burung ini sangat rajin berkicau di alamnya dan ramai serta lincah, burung yang berukuran kecil ramping dan panjangnya kira-kira 13cm dan seluruh warna bulunya coklat kagak ke hijauan, bulu dada berwarna putih tapi adanya juga burung ciblek ini dadanya yang berwarna kekuning-kuningan, serta di bawah ekornya jika yang warna dadanya kuning akan sama warna di bawah ekornya berwarna kuning, tapi jika yang berwarna dada putih di bawah ekornya akan berwarna ke abu-abuan dan seperti berbentuk awan totol-totol hitam ke abu-abuan, paruh panjang runcing, sebelah atas berwarna kehitaman dan sebelah bawah kekuningan. Kaki langsing dan rapuh berwarna coklat kemerahan atau merah jambu.

Makanan burung ini di alamnya adalah serangga dan ulat dan burung ini membuat sarangnya dari rerumputan yang sudah kering dan biasa bersarang di pepohonan atau semak-semak yang tingginya kurang lebih 1.5 dari atas tanah, sarang berbentuk bola kecil dianyam dari rerumputan dan serat tumbuhan.

Perenjak jawa adalah burung endemik ( menyebar terbatas ) di wilayah Sumatra, Jawa dan Bali. Di Sumatra tidak jarang sampai ketinggian 900 m dpl, sedangkan di Jawa dan Bali umum sampai ketinggian 1.500 m dpl ( diatas permukaan laut ).

JANTAN DAN BETINA

Jantan dibedakan dari betina dengan ukuran tubuhnya yang lebih besar dan aktif berkicau. Ekor lebih panjang dan warna sayap yang lebih gelap. Juga bisa dibedakan dari warna paruh bagian bawahnya : Paruh bawah berwarna putih pucat adalah betina Paruh bawah berwarna putih dengan ujung hitam adalah burung jantan muda Paruh bawah berwarna hitam menyeluruh adalah burung jantan dewasa Bila masih muda dapat dibedakan melalui kuku jari kuku jari kaki yang berwarna kusam adalah burung jantan kuku jari kaki bersih adalah burung betina.

Burung Anis Merah - Burung Kicau Yang Mempunyai Gaya Unik

Burung Anis Merah Atau Burung Anis Bata, Burung Teler
Burung Anis Merah, adalah burung yang mempunyai gaya berkicau beda dari burung-burung berkicau jenis lainnya, burung ini adalah burung eksentrik di kelasnya, sebut saja burung yang bisa teler.

Tapi belakangan ini burung anis merah serasa tidak ada lagi maraknya seperti dulu, entah mengapa, ini menurut sepengetahuan saya akhir-akhir ini, bagaimana tidak, disetiap ajang latihan mingguan yang di adakan didaerah tertentu ( sebut saja daerah/kota " X " ), sudah tidak ramai lagi, bahkan bisa dikatakan tidak ada kelasnya dalam latihan burung anis merah ini, padahal menurut saya burung anis merah ini sungguh unik dan mempunyai ciri khasnya dalam membawakan ocehannya.

Biasanya burung anis merah ini sangat ramai diperjual belikan di pasar kota " X ", dan banyak pula para pehobi anis merah ini membawanya ke pasar burung hanya sekedar melatih mental burungnya, namun saat ini saya sudah tidak lagi menemukan dipasar burung X, walaupun ada itu hanya satu atau dua itupun burung anis merah yang bisa dikatakan masih bahan atau anak.

Mungkinkah para pehobi Burung Anis Merah sudah berpindah ke lain burung, yang menurut mereka mudah dalam pemeliharaannya dan murah harganya, sampai saat ini masih menjadi pertanyaan.

Banyak para kicau mania yang mengatakan bahwa memelihara burung anis merah sangat sulit merawat dan memeliharanya, ada juga yang bilang anis merah burung yang sangat manja, burung yang gampang stres, dan burung yang susah dan lama bunyi, dan belum lagi banyak yang mengatakan harga burung anis merah ini sudah terlalu mahal dan tidak seperti dulu lagi, sehingga tidak terjangkau dengan isi dompet mereka, yang memang setahu saya dulu harga burung anis merah di pasar X ini dibawah satu juta dan itu sudah teler, rajin berkicau.

Seiring dengan waktu, ternyata harga burung anis yang sudah teler mencapai 2-3juta, itu pun harga pasar atau harga rumah dan bukan harga dilapangan, yang mana harga lapangan adalah harga yang ideal dengan kualitas burung tersebut jika dia mau bekerja di lapangan walaupun hanya latihan bersama.

Sebenarnya merawat burung anis merah ini sama dengan merawat burung-burung berkicau lainnya, hanya saja mungkin para kicau mania tidak sabar dalam memeliharanya, padahal untuk menjadikan burung ocehan menjadi rajin berkicau adalah sabar, ya sabar adalah kunci suksesnya.

Dan saat ini burung anis merah sudah kalah pamor dengan burung-burung lainnya, sebut saja saat ini sedang trend-trendnya dan marak dibicarakan dikalangan pecinta burung berkicau di tanah air, yaitu burung Pleci si cicikacamata yang mungil, bagaimana tidak burung pleci ini dapat membuat para kicau mania ke pincut, selain harganya yang relatif terjangkau dan burung pleci ini sudah mempunyai kelas tersendiri di ajang lomba burung berkicau dan tidak tanggung-tanggung 3 kelas di berikan khusus untuk burung pleci ini.

Memang saya akui burung pleci ini mampu menarik perhatian di kalangan pecinta burung kurang lebihnya 2 tahun belakangan ini, semua pehobi burung pasti memelihara burung pleci ini, selamat buat burung pleci yang sudah masuk dalam daftar menjadi burung yang berkelas.

Kembali ke Burung Anis, tapi apakah harus di tinggalkan oleh penggemarnya, kemana saat ini para pehobi anis merah, sudah bosankan dengannya, sudah tidak mau melihat gaya telernya dalam membawakan lagu kicauannya, tapi mudah-mudahan masih banyak penggemar anis merah di kota-kota lain, biar bagaimanapun burung anis merah adalah burung yang mempunyai gaya unik, burung yang multitalenta karena burung anis merah sangat komplit dalam menirukan suara jenis burung kicau yang ada.

Masih mau lihat gaya telernya anis merah, ini dia Burung anis merah yang sedang teler yang saya ambil dari salah satu youtube kepunyaan agan MSARISETIONO di unggah tahun 2010.< numpang share ya gan..>

Cekidoot....

Jaga Keselamatan Dan Populasi Burung Di Indonesia Dari Kepunahan

Indonesia termasuk negara megabiodiversity dengan kekayaan burung sebanyak 1.597 jenis atau 16 persen dari total 10 ribu jenis burung di dunia.

Burung sangat berandil besar terhadap regenarasi dan ekosistem hutan dan berfungsi sebagai indikator alami kualitas lingkungan. Dari 126 jenis yang terancam punah, 19 berstatus kritis, 33 genting, dan 74 berstatus rentan. 

Hal itu terungkap di hari perayaan keragaman burung di Indonesia yang jatuh setiap tanggal 15 Juli juga hari ulang tahun Perhimpunan Pelestarian Burung Liar di Indonesia (Burung Indonesia) yang ke-10 di Kebun Raya Bogor, Minggu (15/7).

Secercah asa, agar kesadaran melestarikan dan melindungi sumber daya alam hayati di Indonesia berubah dan meningkat, Burung Indonesia meluncurkan empat perangko seri Burung Terancam Punah Indonesia.

Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi & Informatika, Direktorat Jenderal Pos & Telekomunikasi, dan Burung Indonesia akan meluncurkan empat perangko seri “Burung Terancam Punah Indonesia” di Kebun Raya Bogor, pada hari Minggu, 15 Juli 2012, bertepatan dengan hari perayaan keragaman burung di Indonesia dan sekaligus Ulang Tahun Burung Indonesia ke-10. 

Pada acara tersebut, akan dilakukan pula penandatanganan Sampul Hari Pertama (SHP) perangko seri “Burung Terancam Punah Indonesia” oleh Menteri Kehutanan. Perangko empat jenis burung terancam punah ini dicetak sebanyak 50 ribu lembar dalam bentuk minisheet dan 300 ribu lembar untuk fullsheet.

Keempat jenis burung terancam punah Indonesia yang menghiasi perangko tersebut elang flores (Nisaetus floris), mandar gendang (Habroptila wallacii), celepuk siau (Otus siaoensis), dan burung madu sanghie (Aethopyga duyvenbodei).

selamatkan burung di indonesia dari kepunahan
Elang flores (Nisaetus floris)
Elang flores (Nisaetus floris) merupakan burung berukuran 71-82 cm yang hanya terdapat di pulau Lombok (pada batas Taman Nasional Rinjani), Sumbawa dan Flores, serta pulau kecil Satonda dan Rinca. Populasi yang hanya 100 pasang dan cenderung menurun karena kerusakan dan  kehilangan habitat, menjadikan Badan Konservasi Dunia (IUCN) pada tahun 2009 menetapkan sebagai jenis Kritis (Critically Endangered/CR). 





Celepuk Siau (Otus siaoensis)
Celepuk Siau (Otus siaoensis)
Celepuk Siau (Otus siaoensis) merupakan burung hantu yang termasuk dalam kelompok Strigidae. Informasi keberadaan jenis ini hanya berdasarkan spesimen yang dikoleksi di Pulau Siau, Sulawesi Utara, pada 1866. Perkiraan populasi tidak lebih dari 50 individu dewasa, karenanya ditetapkan sebagai Kritis (Critically Endangered/CR). 


 
burung madu
Burung-madu sangihe (Aethopyga duyvenbodei)
Burung-madu sangihe (Aethopyga duyvenbodei) merupakan jenis burung-madu berukuran 12 cm yang hanya dapat dijumpai di pulau kecil Sangihe dan populasinya tersebar terpisah. Populasinya di alam diperkirakan antara 13.000-29.000 individu dewasa. Menyusutnya hutan primer dan sekunder menyebabkan Badan Konservasi Dunia (IUCN) menempatkannya sebagai jenis yang Genting (Endangered/EN). Kepadatannya sangat rendah, kecuali di satu lokasi: Pegunungan Sahendaruman.  


burung terancam punah
mandar gendang (Habroptila wallacci)

 Mandar gendang (Habroptila wallacii) merupakan jenis yang hanya dijumpai di Pulau Halmahera, Maluku Utara. Populasinya terus menurun akibat habitatnya yang terfragmentasi sehingga IUCN menetapkannya dengan status Rentan (Vulnerable/VU). Burung tanah berukuran 40 cm yang tidak dapat terbang ini jumlahnya diperkirakan antara 2.500-9.999 individu dewasa.

 
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target konvensi pelestarian keragaman hayati (UN-CBD) berupa mengurangi kehilangan habitat alami penting; meningkatkan  manfaat alam  seperti layanan ekosistem dan restorasi. Burung-burung dapat menjadi alat untuk memenuhi target tersebut, melalui alat Daerah Penting bagi Burung (DPB), kawasan yang  memerlukan aksi konservasi prioritas dapat diidentifikasi. 

Demikian pula aksi konservasi yang dilakukan menjadi terukur dan terarah melalui pemantauan DPB tersebut. Hal ini akan semakin baik pula dengan ditunjang oleh kerjasama dengan para pihak, baik di dalam maupun di luar jaringan kawasan konservasi.

 Sebagai negara mega bird diversity, Indonesia merupakan negara kelima terbesar habitat species burung dengan kekayaan sebanyak 1.597 jenis atau 16 % dari total 10.000 species burung yang ada di dunia. 

Dari hampir 1.600 jenis burung di Indonesia, 126 jenis di antaranya merupakan jenis-jenis terancam punah. Keempat jenis burung yang menghiasi seri perangko kali ini merupakan jenis-jenis burung terancam punah yang hanya terdapat di kawasan Wallacea. 

Wallacea merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari ribuan pulau kecil yang terletak di antara kawasan Asia di barat dan Australasia di timur. Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara merupakan bagian dari Wallacea. Posisinya yang unik membuat kawasan ini kaya akan fauna campuran dari dua benua tersebut sekaligus ratusan spesies endemik atau sekitar 67 persen.

Sumber Artikel ( http://www.antaranews.com ), dengan Judul " Menhut Luncurkan Empat Perangko Seri Burung Terancam Punah Indonesia "

Burung Lokal Indonesia Sangat Mengkhawatirkan

Tahukah anda bahwa Negara kita Indonesia ini sangat banyak dan beragam dengan aneka burung di alam hutannya, dari mulai burung hias hingga burung berkicau.

Indonesia menjadi pemilik dari 1.594 jenis spesies burung dan menjadi negara ke lima terbesar dunia dari 10.000 jenis satwa itu yang kini berkembang biak.

Manajer program konservasi Perhimpunan Burung Liar Indonesia atau Burung Indonesia, Ria Saryanthi, di Bogor, mengatakan, Indonesia telah menjadi satu negara Mega Bird Diversity dengan banyaknya populasi burung.

Hanya saja populasi yang banyak itu kini terancam punah akibat rusaknya habitat mereka yang menjadi tempat berkembang biak dan mencari makanan. 

Kini lima puluh persen jenis burung di dunia terancam punah karena habitatnya terusik kegiatan manusia.

Dia mengatakan, kondisi tersebut juga terjadi di Indonesia. Dari seluruh jenis burung yang terancam punah, lebih dari setengahnya tinggal di hutan sebagai habitat utamanya.

Namun begitu, keragaman burung di Indonesia juga menghadapi ancaman. Pihaknya mencatat, 122 jenis terancam punah dan masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). 

“Rinciannya, 18 jenis berstatus `kritis`, 31 jenis `genting`, sementara 73 jenis tergolong `rentan`. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang burungnya paling banyak terancam punah,” katanya.

Lebih lanjut ia menyebutkan, selain perburuan dan perdagangan, penyebab utama terancam-punahnya berbagai jenis burung di Indonesia adalah gangguan atau tekanan pada habitat.

“Kegiatan manusia mengubah lingkungan alami (hutan) menjadi lahan pertanian, perkebunan, hingga pembangunan infrastruktur untuk kegiatan industri, merupakan serangkaian aktifitas yang menyebabkan berkurang bahkan hilangnya habitat burung,”

Ia mengatakan, jenis-jenis merpati hutan (Columba sp.), uncal (Macropygia sp.), delimukan (Chalcopaps sp. dan Gallicolumba sp. ), pergam (Ducula sp.), dan walik (Ptilinopus sp.) merupakan keluarga merpati yang memiliki ketergantungan sangat tinggi dengan habitat hutan.

“Tak mengherankan jika dari 122 jenis yang terancam punah, 12 jenis di antaranya juga merupakan suku Collumbidae,” katanya.

Meningkatnya tekanan terhadap hidupan liar dan ekosistem alami ini, ujarnya, disebabkan bertambahnya jumlah penduduk serta kebijakan ekonomi dan pembangunan.

Lebih lanjut ia mengatakan, timbulnya tekanan terhadap habitat alami juga erat kaitannya dengan kemiskinan, pemanfaatan sumber daya dan lahan hutan, serta pengembangan pertanian.

“Faktor-faktor ini yang mendorong terjadinya kerusakan habitat, meningkatnya polusi, dan pemanfaatatan sumber daya alam secara berlebihan,” katanya.

Untuk mencegahnya, kata Ria, prioritas konservasi perlu dilakukan untuk mencegah semakin tingginya tekanan terhadap habitat. 

Pendekatan melalui pengelolaan kawasan konservasi oleh masyarakat dan kesepakatan pelestarian dengan pemilik lahan bisa dilakukan.

“Pendekatan ini memberikan kesempatan yang lebih fleksibel bagi pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan,” katanya.

Ia menambahkan, di sisi lain, pendekatan alternatif dapat memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan angka kemiskinan di sekitar kawasan, yang sangat bergantung kepada sumber daya alam yang tersedia.

Sedangkan penguatan kapasitas masyarakat dapat dilakukan melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Pelestari Hutan, yang merupakan gabungan dari beberapa desa di sekitar kawasan konservasi.

“Kelompok masyarakat bersama pemerintah dapat bersama-sama menyusun strategi pengelolaan berdasarkan kesepakatan antara para pemangku kepentingan. Berbekal penguatan kapasitas masyarakat, diharapkan kawasan prioritas dapat dikelola secara partisipatif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sekitar kawasan,” katanya.

Selain itu,  alternatif pengelolaan lain dapat dilakukan dalam bentuk konsesi untuk restorasi ekosistem yang bertujuan mengembalikan kondisi biotik dan abiotik sehingga tercapai keseimbangan hayati.

Melalui restorasi ekosistem, hutan yang sebagian telah rusak dapat diselamatkan dan dikembalikan sebagaimana kondisi aslinya.

“Restorasi ekosistem tidak hanya meningkatkan produktifitas hutan dan pelestarian keragaman hayati, tetapi juga peningkatan nilai ekonomi sumber daya hutan untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Ria.

Beliau mengatakan, rilis ini diterbitkan Burung Indonesia untuk memperingati Hari Sejuta Pohon yang diperingati pada 10 Januari setiap tahun.

Burung Indonesia adalah organisasi nirlaba dengan nama lengkap Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia yang menjalin kemitraan dengan Bird Life International, Inggris
(KR-LR/M027/A038)
Sumber: ANTARA  

Artikel di kutip dari ( http://indonesiaberprestasi.web.id )